YOGYAKARTA, MediaSorotMata.com – Sepekan terakhir Indonesia kembali di kejutkan oleh aksi kekerasan terorisme. Awalnya sebuah bom bunuh diri meledak di depan gereja Katedral Makasar, (28/3/2021).
Pelakunya sepasang suami istri L dan Ysf yang kesehariannya jualan makanan secara daring, Keduanya tewas dengan kondisi jenazah hancur.
Terus disusul dengan aksi Penembakan di Mabes Polri jl. Trunojoyo Jakarta. (31/3) yang menyebabkam pelakunya ZA (25th) tewas di tembak aparat karena sangat membahayakan keselamatan petugas.
Mabes POLRI dalam hal ini Detasemen khusus 88 atau umum di sebut Densus 88 tak tinggal diam dan segera merespon. Jumat pagi (2/4) dua terduga teroris jaringan JAD dan JI di amankan di Surabaya dan Tuban keduanya adalah S(41th) dan RH (42th).
Masih di hari yang sama siangnya di dusun widoro Sewon Bantul dan juga Berbah Sleman D.I. Yogyakarta juga di ciduk. Menurut lurah setempat, W salah satu terduga sehari-harinya bekerja sebagai pedagang soto. Sebelumnya juga Densus mengamankan beberapa terduga di Bekasi Jawa barat.
Mereka para pelaku aksi ini entah lupa atau tidak tahu Bahwa setiap aksi yang mereka lakukan pasti menimbulkan jejak. Dan jejak itu meski setipis kabut pasti bisa di endus tim Densus 88.
Ali Fauzi salah satu mantan kombatan JI (jamaah islamiyah) dalam sebuah wawancara di sebuah televisi swasta beberapa waktu lalu mengatakan.” Setiap aksi teror di indonesia tidak ada satupun yang bisa lolos dari pantauan Densus 88″.
Kita masyarakat selalu bertanya mengapa kejadian seperti ini terjadi dan berulang. Apa motif dari para pelaku?
Dalam surat wasiat yang di tulis tangan, ZA pelaku aksi penembakan di Mabes Polri. “Jalan yang di ambil merupakan Jalan Rosul” dalam wasiatnya ZA juga meminta maaf pada keluarga dan anaknya, ia menjamin nanti di Akhirat anak dan keluarganya akan mendapat syafaat darinya.
Suatu cara pandang yang sangat memprihatinkan dari seorang wanita yang masih berusia 25 tahun. Di mana usia yang seharusnya masih penuh gairah hidup dan haus belajar akan ilmu yang bermanfaat.
Usia 25 tahun tentu belum menjadikan seseorang berpikir secara bijak dan matang. Apalagi dalam menafsirkan definisi “jalan rosul” seperti yang di tulis dalam wasiatnya.
Rosullulah Muhammad S.A.W. Nabi teladan junjungan dan panutan Umat Islam memasuki usia 40 tahun saat pertama kali menerima wahyu.
Namun semua seperti tidak ada yang bisa di perdebatkan. Bagi mereka para pelaku aksi teror, keyakinan mereka adalah hukum pasti. Memang sebuah keyakinan tidak bisa di hukumi. Tapi jika keyakinan itu bertindak merugikan dan melanggar hukum, tentu harus siap menghadapi penegak hukum.
Selama ini para tokoh keagamaan dan juga Organisasi besar keagaman yang mepersentasikan umat Islam Indonesia NU. Muhamadiyah. MUI , LDII tak kurang berteriak semua mengecam aksi kekerasan berdalil agama.
“MUI mengecam keras peristiwa ledakan yang membuat ketakutan di tengah masyarakat dan telah membuat jatuhnya korban jiwa”. Kata wakil ketua umum MUI KH. Anwar Abas kepada kantor berita antara di jakarta (2/4).
Kita sepakat, tidak ada ruang untuk kekerasan dalam menyelesehikan suatu masalah. Undang-Undang dasar negara kita mendorong segala sesuatu harus di selesaikan lewat musyawarah. Seperti tertuang pada sila ke 4 butir Pancasila yakni: Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / Perwakilan.
Jika para pelaku ini punya keyakinan yang begitu kuat tentang sebuah ideologi yang di jalankan, Negara tentunya punya tantangan berat untuk melawan dengan ideologi juga. Yaitu ideologi Pancasila yang selama ini sudah menjadi dasar dan landasan dalam bernegara.
Dan kita masayrakat juga bisa ikut berpartisipasi dalam membendung aksi-aksi kekerasan ini dengan lebih memperhatikan perkembangan putra putri kita, terutama bila memasuki fase pertumbuahan usia beranjak dewasa.
Caranya dengan memberikan sentuhan kasih sayang sepenuhnya sebagai orang tua. Sentuhan kasih sayang inilah yang kelak akan membekas dan membuat jiwa seorang anak tumbuh menjadi karakter yang punya jiwa welas asih pada sesama.
Jiwa welas asih pada sesamanya. Tak peduli berbeda suku, antar golongan, ras, dan agamanya. Bila seseorang punya jiwa welas asih bisa di pastikan seseorang tidak terlintas pikiran untuk melakukan tindak kekerasan.
Negara kita negara damai. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak di benarkan. Stop kekerasan! STOP TERORISME! (silent reader yogya). (Rim)