“OBSTRUCTION OF JUSTICE” DALAM PERKARA YANG DILAPORKAN TOMMY HAN DI POLSEK GUBENG BERBUNTUT LAPORAN KE DIV. PROPAM MABES POLRI

28 Februari 2023 2 KALI DILIHAT

SURABAYA // MediaSorotMata.com  –  Buntut dari laporan tahun 2020 yang tidak dijalankan oleh jajaran polsek gubeng Surabaya Jawa Timir akhirnya Tommy Han pemilik Toko HandphoneTom Cell melalui Penasehat Hukumnya Hendrix Kurniawan SE, SH dan Biakto dwi yuana SH, akhirnya melaporkan Penyidik Polsek Gubeng ke Propram Mabes Polri, terkait dugaan “Obstruction Of Justice”, karena tidak menjalankan Surat Perintah Penangkapan (Sprin Kap) terhadap tersangka pelaku pidana penggelapan dan penipuan.

Meskipun sudah ada di depan mata petugas, namun tidak dilakukan penangkapan justru petugas balik kanan atau kembali pulang, atas perintah dari Kapolsek dengan alasan harus ada izin dari Kapolres, sehingga membuat perkara yang di laporkan Tommy Han tersebut menjadi mangkrak hampir 3 tahunan lamanya, Senin, (27/2/2022).

Hendrix Kurniawan SE, SH saat mendampingi kliennya di PN. Surabaya menjelaskan, bahwa, bulan Juli tahun 2020 telah terjadi tindakan Obstruction Of Justice, yang dilakukan oleh Kapolsek gubeng saat itu, yaitu dengan cara meminta petugas lapangan (Polisi) yang akan menangkap, seorang tersangka Tindak Pidana Tipu Gelap, yang dilaporkan oleh Tommy Han (Korban), perihal penggelapan dana milik Korban yang dititipkan kepada tersangka (Andi Wijaya) sehingga Korban mengalami kerugian sebesar Rp.200 juta.

Dimana saat itu keberadaan tersangka berada di Jakarta dan korbanpun dimintai untuk membiayai petugas-petugas yang diberi tugas untuk berangkat ke Jakarta, Korbanpun mau tidak mau, harus mengeluarkan dana pribadinya sendiri lagi sekitar Rp.15 juta dengan harapan tersangka bisa segera ditangkap,” katanya.

“Namun yang terjadi, saat petugas sudah melihat para pelaku ( Andi dan Aman D) dan korban juga menyaksikan sendiri, tiba-tiba atas perintah kapolsek, meminta anggotanya untuk balik kanan pulang, disaat polisi hendak menangkap tersangka, tapi fakta yang terjadi adalah bukannya mereka menangkap tersangka sesuai dengan surat perintah penangkapan yang mereka bawa, justru para petugas tersebut malah balik pulang balik pulang dengan tangan Hampa dan lagi-lagi klien kami yang dirugikan.” jelas Hendrix, pada awak media sorotmata.

Ia menambahkan bahwa, pada tanggal 30 Juli 2020 penyidik Polsek Gubeng yang dibekali Sprin Kap, berangkat ke Jakarta untuk menangkap tersangka justru mereka disuruh pulang, setelah itu, lucunya lagi pada tanggal 12 Agustus 2021 Polsek Gubeng mengeluarkan DPO terhadap tersangka yang sebenarnya bisa mereka tangkap pada bulan juli tahun 2020 lalu.

Kejadian ini berawal pada tanggal, 30 Maret 2020, saat Korban ingin membuat laporan terhadap para pelaku yang telah menggelapkan dana Korban yang dimana saat itu semua pelaku telah diamankan di Polsek Gubeng, namun anehnya oleh Kanit Reskrim saat itu, tidak pernah diterima laporannya.

Namun disarankan untuk berdamai yang lucunya lagi perdamaian tersebut tetap menimbulkan kerugian pada diri klien kami karena faktanya dana sebesar 200jt tersebut hingga kini tetap tidak bisa kembali, jelas perdamaian yang disarankan Kanit tersebut tidak membuat klien kami merasa damai, namun Pada tanggal 24 April 2020 klien kami kembali melaporkan Andi Wijaya kali ini laporan tersebut bisa diterima, namun hingga saat ini belum ada kejelasan dan setiap kali Korban menanyakan ke pihak Kepolisian Polsek Gubeng selalu berdalih bahwa DPOnya belum ditemukan, oleh karena itu, besar harapan Korban terhadap pengaduan ini bisa diproses hingga diusut tuntas,” tambahnya.

Hendrix membeberkan, bahwa laporan di Propram Mabes Polri, melalui Aplikasi sudah diterima dengan no.pengaduan 20230226132417 dan kini sudah dalam proses.

Disamping pengaduan ke divisi PROPAM POLRI, Tommy Han juga telah mengadukan ke organisasi advokat PERADI terhadap prilaku mantan Kuasa Hukumnya yang lama yakni, Muhammad Nur Taufik, terkait dugaan penelantaran klien dan lebih menonjol dugaan pidana penipuannya.

“Karana saat menjalankan kuasanya Taufik selalu menakut nakuti kliennya (Tommy Han) dengan mengatakan bahwa untuk perkara yang dilaporkan oleh Aman.D di Polda Metro Jaya tentang dugaan pidana penggelapan pasal 372 KUHP yang dilakukan oleh Tommy dan Andi W sebagai pihak terlapor yang dimana perkara tersebut telah di SP3 pada tanggal 26 februari 2020 dengan keterangan tidak cukup bukti, namun Taufik sebagai kuasa hukumnya saat itu justru mengatakan bahwa telah ditemukan bukti baru lagi berupa rekaman, sedangkan saat itu Tommy menanyakan perihal perkembangan atas laporan yang kedua tentang dugaan penipuan yang di laporkan oleh Aman D dipolda metro jaya juga.

Dan disamping itu juga Taufik, pernah bilang telah ada gelar perkara, sedangkan untuk laporan yang kedua tersebut hingga saat ini Tommy belum pernah sekalipun dimintai keterangannya oleh penyidik Polda metro jaya atas laporan Aman D yang kedua tersebut, apa mungkin dapat dilakukan yang namanya gelar perkara tersebut, tanya Tommy pada awak media sorotmata, karena faktanya tidak ada gelar perkara tersebut.

Saat awak media sorotmata menanyakan kepada, awal mula mengenal kuasa hukumnya yang terdahulu, Tommy mengatakan, bahwa kenalnya sama kuasa hukumya M. Nur Taufik dikenalkan sama inisial Y yang merupakan pimpinan surat kabar sebut saja media M pada saat Tommy datang guna meminta bantuan perihal laporan Aman.D yang pertama dan  saat itu, dikenalkanlah M.Nur taufik SH, yang kemudian kuasa hukumnya dengan kesepakatan biaya sebesar Rp.350 juta sampai perkara tersebut selesai keseluruhannya.

“Dan disetujui oleh Tommy dengan bukti dibayar lunas seluruhnya dimuka, namun fakta yang terjadi biaya yang telah disepakati 350 juta tersebut membengkak menjadi Rp.675 juta yang dimana penambahan biaya tersebut dipakai untuk “PENGKONDISIAN” jelas Taufik saat ditanyai Tommy soal penambahan biaya yang diluar kesepakatan awal, Tommy yang saat itu sedang dalam proses pemeriksaan sebenarnya tidak mengetahui soal pembengkakan biaya tersebut.

“Karena saat itu Taufik memintanya kepada istri Tommy yang pada saat itu ingin agar permasalahan suaminya bisa segera selesai, namun dengan biaya sebesar Rp.675 juta yang telah dikeluarkan tersebut ternyata tidak menyelesaikan secara tuntas terbukti Aman D kembali melaporkan Tommy kali ini bersama istri dan dua kakaknya atas dugaan pidana penipuan karena dianggap ingkar janji dan Tommy menanyakan perihal laporan tersebut kepada Taufik dan saat itu Tommy dimintai lagi untuk membayar lagi kuasa untuk 4 orang senilai Rp.500 juta dan telah dibayar lunas dimuka oleh Tommy jadi total uang yang sudah di bayar total keseluruhanya mencapai Rp. 1,175 Milaar secara bertahap untuk dua perkara yang dilaporkan oleh  Aman D. yang mana salah satunya sudah di SP3 oleh Polda Metro Jaya, 26 Febuari 2021 lalu.

“Namun untuk perkara yang kedua Taufik justru bertindak sebagai kuasa hukumnya Aman D terbukti Taufik memberikan pilihan kepada kliennya yaitu : menyediakan uang sebesar Rp.3.000.000.000 milliar atau bila tidak mampu bayar serahkan rumahmu yang menjadi jaminan di Aman D kalau tidak mau menyerahkan seluruh keluargamu dipenjara, opsi macam apa seprti itu?? keluh Tommy didepan para awak media, masa saya yang bayar mahal dia tapi justru dia sama sekali tidak membela saya sebagai kliennya, dan pada saat saya mengambil berkas asli untuk saya foto copy, dia (Taufik) menyerahkan berkas tersebut sembari ada orang yang merekam penyerahaan berkas tersebut sambil Taufik mengatakan bahwa pengembalian berkas ini sekaligus juga merupakan pencabutan kuasa dari saya.

Inikan aneh, orang saya minta berkas bukan mencabut kuasa tapi sama dia diplintir menjadi seakan akan saya mencabut kuasa kepada dia, apakah cara-cara itu dapat dibenarkan? Tanyanya lagi atas dasar itulah Tommy melaporkan ke induk organisasi yang menaungi Taufik yaitu PERADI dan sekarang dalam proses diKOMWAS.
Awak media menanyakan hal tersebut kepada kuasa hukum Tommy sekarang tentang perkara apa yang dihadapi oleh Tommy saat ini, Hendrix menjawab : bahwa kliennya sebenarnya adalah korban dari rekayasa hukum yang dilakukan oleh manusia yang bernama Aman D dengan cara menggunakan laporan Polisi bukan untuk mecari perlindungan hukum tapi justru digunakan untuk memeras dan merampas hak klien kami, parahnya lagi klien kami yang nyata nyata telah mengalami kerugian sebesar Rp.1,9milliar dan Rp.200jt dan dana tersebut semuanya dalam penguasaan Aman D namun justru klien kami dituduh sebagai pelaku penipuan dan penggelapan yang dilaporkan oleh Aman D, akan tetapi pada saat klien kami meminta bantuan hukum pada seorang penasehat hukum bukannya bantuan hukum yang didapat untuk masalahnya justru dia “dibantai” oleh oknum penasehat hukum tersebut.

“Kejadian ini makin runyam ketika Polisi “takut” menangkap orang yang dia laporkan dan semuanya itu sekarang telah menghadapi proses hukumnya masing masing, yang Polisi kita laporkan ke PROPAM dan Aman D nya telah kita gugat PMH dan untuk oknum pengacaranya dulu kita laporkan di induk organisasinya.

Kita lihat saja nanti hasil proses yang sedang berjalan saat ini,” jelas Hendrix pada awak media saat kita temui di PN, Surabaya.

Tidak di situ saja, saat awak media sorotmata mencoba menghubungi yang bersangkutan untuk meminta penjelasan dan klarifikasinya namun hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan tidak menjawab telfon kami.

Untuk diketahui Aman D juga digugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Tommy Han dan Evelyn Soputra di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda Mediasi, namun dari pantuan media pihak tergugat Aman D, tak hadir di PN Surabaya dan ada salah satu Hakim juga ada kegiatan, sehingga agenda mediasi ditunda minggu depan, sanbung. (Wied)

Related posts

Komentar